Jika Anda ingin menjadi dokter untuk bisa kaya raya, maka segeralah kemasi barang-barang Anda.
Mungkin fakultas ekonomi lebih tepat untuk mendidik anda menjadi businessman bergelimang rupiah.
Daripada Anda harus mengorbankan pasien dan keluarga Anda sendiri demi mengejar kekayaan.
Mungkin fakultas ekonomi lebih tepat untuk mendidik anda menjadi businessman bergelimang rupiah.
Daripada Anda harus mengorbankan pasien dan keluarga Anda sendiri demi mengejar kekayaan.
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk
mendapatkan kedudukan sosial tinggi di masyarakat, dipuja dan didewakan,
maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah
fir’aun di sana. Daripada Anda di sini harus menjadi arogan dan
merendahkan orang lain di sekitar Anda hanya agar Anda terkesan paling
berharga.
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk
memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian calon mertua, mungkin
lebih baik Anda mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan Anda
sehingga menjadi artis pujaan para wanita. Daripada Anda bersembunyi di
balik topeng klimis dan jas putih necis, sementara Anda alpa dari makna
dokter yang sesungguhnya.
Dokter tidak diciptakan untuk itu, kawan.
Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar
bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat
tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga
terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian.
Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.
Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati,
ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria.
ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria.
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan,
ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.
ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian,
saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.
saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi,
ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, “jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.”
ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, “jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.”
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang,
ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya,”dik, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?”
ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya,”dik, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?”
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan,
ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, “maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya”
ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, “maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya”
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan,
saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.
saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita.
Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.
Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.
Yah,
memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada…
memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada…
NB :
Ini bukan provokasi untuk menjadi dokter miskin, bukan juga mengatakan bahwa dokter tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya. Tulisan ini hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan kembali niat kita dalam menjadi seorang dokter. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi tujuan kita. Dokter terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata. Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang tepat, idealisme ini akan terbawa sampai mati. Walaupun harus sendirian dalam memperjuangkannya, walaupun banyak yang mencemooh dan merendahkan. Saya yakin, Allah tidak akan pernah salah menilai setiap usaha dan perjuangan hamba-hamba-Nya. Tidak akan pernah.
Ini bukan provokasi untuk menjadi dokter miskin, bukan juga mengatakan bahwa dokter tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya. Tulisan ini hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan kembali niat kita dalam menjadi seorang dokter. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi tujuan kita. Dokter terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata. Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang tepat, idealisme ini akan terbawa sampai mati. Walaupun harus sendirian dalam memperjuangkannya, walaupun banyak yang mencemooh dan merendahkan. Saya yakin, Allah tidak akan pernah salah menilai setiap usaha dan perjuangan hamba-hamba-Nya. Tidak akan pernah.
Tulisan ini dibuat oleh :
Aditya Putra Priyahita,
seorang yang sangat merindukan sebuah reuni anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di surga nanti
seorang yang sangat merindukan sebuah reuni anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di surga nanti
0 komentar:
Posting Komentar